Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Selamat tinggal WordPress 👋

Selamat tinggal WordPress 👋
Table of Contents

Saya memakai WordPress dari 2010, artinya sudah 13 tahun lebih saya menggunakan CMS sejuta umat ini. Saya tidak ingat begitu jelas dari versi WordPress berapa, mungkin v1.x. Tetapi yang jelas saya ingat tahun itu, saya banyak belajar WordPress dari Jauhari.net, karena belau sering membuat theme WordPress gratis (“https://www.jauhari.net/themes/).

Dari sana saya belajar trial and error php, modifikasi theme, dst.

Di tahun-tahun selanjutnya, saya menghabiskan development WordPress menggunakan theme framework Thesis dan Genesis. Sampai akhir 2022, saya menggunakan GeneratePress.

Love hate relationship

Ada kalanya development web dengan WordPress menyenangkan, dari WordPress saya belajar banyak prihal web development dan hosting. Dan itu sangat menyenangkan.

Saya belajar php dan membuat extension related post, membuat custom plugin, dll. Tetapi semuanya tidak saya publish. Anda bisa memeriksanya di sini.

Dari WordPress juga saya belajar banyak tentang server, hosting, atau sysops. Bgaimana deployment tanpa menggunakan cPanel, tanpa menggunakan user interface, hanya melalui terminal.

Semua knowledges itu masih menempel jelas di otak saya. Mungkin, saya masuk kuliah IT dan bekerja sebagai web developer sekarang tidak lepas dari WordPress ini.

Gutenberg

Tahun 2019, WordPress memperkenalkan editor baru bernama Gutenberg. Editor ini mirip seperti medium editor. Kesan pertama saya, saya cukup terkesan dengan Gutenberg. Tampilannya cukup clean dan intuitif.

Saya terus mencoba Gutenberg, tetapi semakin lama saya memakai Gutenberg. Semakin saya menyadari bahwa saya lebih nyaman menulis langsung dengan html atau markdown.

Menurut saya, Gutenberg terlalu ditujukan buat end-user. Saya tidak suka bagaimana Gutenberg bekerja di belakang layar. Jika Anda coba menulis dengan html mode, ada banyak html comment yang aneh. html comment as code saya kira ide yang buruk.

Saya kira, jika Anda ingin menjadi web developer yang handal, Anda harus berhenti menggunakan Gutenberg, DSL Gutenberg sangat buruk. Mari kembali ke basic, html, javascript, css.

Drama Matt vs WPEengine

Dua bulan yang lalu, terjadi sebuah drama yang memalukan antara Matt (founder WordPress) dan WPEngine. Cerita lengkapnya Anda bisa baca di tulisan sebelum ini — Saya berhenti menggunakan Automattic.

Sebelumnya saya sempat mention tentang Genesis theme. Yup, Genesis adalah theme framework yang parent companynya adalah WPEngine. WPEngine mengakusisi Genesis dari tahun 2018.

Theme-theme yang dibuat StudioPress ini sangat populer, karena ringan dan SEOFriendly. Theme mereka dipakai oleh blogger-blogger terkenal, seperti problogger, SPI, Copyblogger, dll. Tetapi semenjak diakusisi, update genesis tidak lagi begitu aktif. Tahun ini saja update terakhir adalah bulan Januari 2024.

Entahlah, apakah diakusisi atau semenjak Gutenberg dan Block diperkenalkan.

Saya sempat menulis perjalanan memakai theme di: GeneratePress, perjalanan dari Thesis dan Genesis.

Kembali lagi ke drama Matt vs WPEngine. FYI, ini bukanlah drama pertama dari Matt, di tahun 2012 Matt pernah membuat Drama juga dengan Chris Pearson, founder dari Thesis Framework. Dari drama antara Matt vs WPEngine, dan Matt vs Chris; Saya bisa menyimpulak bahwa Matt ini bermasalah.

Matt sepertinya tidak senang ketika sebuah produk yang terafiliasi dengan CMS WordPress bisa lebih populer dan lebih profitable. Dia arguing bahwa lisensi dari Thesis tidak cocok dengan WordPress.

De Ja Vu.. Drama dengan WPEngine ini sedikit banyak mirip dengan vs. Thesis. Sebelum Genesis Thesis adalah theme framework berbayar yang sangat populer.

Terlepas dari Matt, WPEngine pun tidak 100% bersih. Dosa WPEngine adakah membiarkan WordPress seperti sekarang. Ketika saya berharap Genesis akan menjadi successor Thesis. WPEngine justru membiarkan direction WordPress dengan block dan Gutenberg-nya.

Ada sebuah tulisan yang mewakili keresahan dan persaan saya: Modern WordPress Themes. TLDR-nya, kita sebagai developer sudah mencoba memakai Gutenberg, tetapi tidak bisa.

Migrasi ke ClassicPress dan Rails

Pada akhirnya saya sudah capek dengan WordPress. Sekarang jika saya membuat web tanpa WordPress, saya merekomendasikan Ruby on Rails, Filosofi Ruby on Rails sejalan dengan filosifi saya: The Rails Doctrine.

Web yang sudah terlanjur meemakai WordPress, saya migrate ke ClassicPress. Web ini pun sekarang berjalan di atas ClassicPress. Saya memerlukan waktu sekitar seminggu untuk migrate WordPress ke ClassicPress. Blog personal saya, titiknadi.com, sekarang berjalan memakai Ruby on Rails.

Apa selanjutnya?

Kedepannya saya akan lebih promote “Stop menggunakan theme builder seperti Gutenberg, marilah kita kembali lagi ke basic”. Marilah kita belajar Web Standards.

Stop membayar plugin/theme premium yang tidak mengajarkan Web Standards. Saya bukanlah web developer 10x, tetapi jika saya tetap mendukung dan menggunakan builder, saya tidak akan kemana-mana.

Saya tidak akan merekomendasikan memakai WordPress sampai drama ini selesai. Sampai WordPress memiliki direction yang jelas dan cukup aman dalam jangka panjang.

Suka topik ini?

Subscribe email Titiknadi.com untuk mendapatkan update mingguan tulisan-tulisan dari blog ini langsung ke email Anda.

We won't send you spam. Unsubscribe at any time.

delivery man

4 thoughts on "Selamat tinggal WordPress 👋"

  1. Reyne Raea

    Saya juga dulu pakai WP tapi keblokir blognya, terus balik lagi ke blogspot. Setelah lama ngeblog, saya teracuni oleh teman-teman yang bilang WP itu bagus, bikinlah saya 1 blog WP lagi. Tapi ternyata saya lebih suka blogspot karena belum punya banyak waktu utak atik WP 😀

    1. Nadiar

      Iya mbak, Saya sepakat dengan teman-temannya. WP masih the best platform kalo untuk blog. Blogspot mungkin ke-2 hehe.

      Tapi ya gitu, kalo simplicity masih menang blogspot. Ujung2nya reader tidak care platform apa yang dipakai. Tapi value dari blognya.

      Btw saya suka sama blog mbah Rey. Keep writing mbak.

  2. translate

    apakah ini emosi sesaat karena ngeliat drama matt dengan wpengine?

    sebagai bloger murni saya sempat ingin pindah dari wp org ke htmly buatan indonesia

    sayang, jauh sekali sesuai untuk non coder seperti saya

    akhirnya, balik lagi ke wp karena cukup mikirin tagihan hosting/domain. aspek keamanan dianggap sudah selesai

    perkara gutenberg, awalnya saya kesal sekali. butuh dua tahun saya bisa menerima gutenberg

    tapi…..

    begitu saya mengenal markdown, ternyata markdown lebih cocok buat penulis sepuluh jari

    sayang editor teks wp bukan markdown

    sebagai user murni saya gak peduli sih gimana ribut-ribut core wp, yang penting ada media buat curhat, freedom of speech

    1. Nadiar

      > sayang editor teks wp bukan markdown

      Kalo gak salah di Jetpack ada feature ini, ketika di enable kita bisa menulis dengan markdown, tapi juga bisa dengan html.

      > apakah ini emosi sesaat karena ngeliat drama matt dengan wpengine?

      Wah saya mikir2 ini sudah dari lama mas. Hanya saja, ketika drama ini terjadi saya malah makin yakin move ke ClassicPress. So far saya sangat puas memakai ClassicPress, rasanya seperti nostalgia pakai WordPress tahun 2014-an. :))

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *